Seminar internasional bertajuk “Genosida, Diskriminasi, dan Penegakan Hak Asasi Manusia pada Muslim Uyghur” yang diselenggarakan oleh Humanity United Project Indonesia (HUPI) dan Uighur Human Rights Project (UHRP) di Universitas Al Washliyah, Rabu (17/07/2024), menarik lebih dari 200 peserta, termasuk aktivis, pelajar, dan mahasiswa.
Acara ini menghadirkan tiga pembicara utama: Direktur Eksekutif UHRP Omer Kanat, Direktur HUPI Hotmartua Simanjuntak S.Hum, dan aktivis HAM Sumatera Utara Ahmad Irham Tajhi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran dan solidaritas terhadap penindasan yang dialami masyarakat Uyghur.
Ahmad Irham Tajhi menegaskan pentingnya peran masyarakat sipil dalam memperjuangkan hak asasi manusia. “Indonesia dengan politik luar negeri bebas aktif harus bersikap sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan,” ujarnya.
Hotmartua Simanjuntak mengungkapkan penindasan yang dialami Uyghur selama lebih dari 70 tahun. “Pemerintah Tiongkok diduga kuat menyembunyikan kebenaran dan mempersulit pemantauan internasional,” ungkapnya. Ia juga menyoroti kerja paksa dan pembatasan kebebasan beragama yang dihadapi warga Uyghur.
Omer Kanat memberikan pemaparan mendalam mengenai sejarah dan budaya Uyghur serta kondisi terkini di Xinjiang. “UHRP menyuarakan keprihatinan serius terhadap situasi di Xinjiang, mendesak tindakan internasional yang lebih tegas,” katanya.
Ahmad Irham Tajhi menambahkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang dapat dikategorikan sebagai genosida. “Dari perspektif budaya dan peradaban, sangat disayangkan jika bangsa Uyghur terhapus,” tambahnya.
Sulthonul Hafiz, ketua penyelenggara seminar, menyatakan bahwa acara ini memberikan kesempatan bagi berbagai pihak untuk mendengarkan informasi terbaru tentang isu Uyghur dan bersatu dalam menyuarakan keadilan. “Kolaborasi UHRP dan HUPI diharapkan dapat membangun kesadaran dan solidaritas yang berkontribusi pada penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat Uyghur,” pungkasnya.